Mahanani dan Naim Ali, dua nama yang tidak bisa dilepaskan. Satu dengan yang lainnya saling berkaitan.
Ini adalah lanjutan dari postingan saya tanggal 6 mei lalu mengenai ajakan “Satu Kompasianer Satu Buku”
dan kembali diubah hastagnya di twitter menjadi #1Blogger1Buku di mana
saya mengajak teman-teman untuk berbagi buku bersama untuk acara tanggal
17 mei bertepatan dengan hari buku nasional. Sejak dibuatnya postingan
tersebut, alhamdulilah bantuan banyak berdatangan. Teman-teman blogger
yang langsung merespon tulisan tersebut, Ila dengan gerilyanya di
twitter juga Mas Ahmed kompasianer yang juga akan turut serta ke Solo
memention satu demi satu peserta yang akan datang ke ASEAN Blogger.
Sampai
di Solo, kamis sore dan menjelang gala dinner di rumah walikota Solo,
sudah mulai ada teman blogger yang akan memberikan bukunya. Sampai esok
hari, hari pertama acara di hotel kesuma Sahid, saya lebih banyak
bermention ria dengan teman-teman yang akan menyumbangkan buku. Sampai
hari terakhir, beberapa teman-teman blogger masih memberikan buku untuk
program tersebut.
Minggu,
12 mei saya berangkat ke Jogja bersama dengan teman-teman Canting dan
beberapa teman-teman blogger yang akan jalan-jalan ke Jogja.
Tertolonglah beban gembolan-gembolan buku itu oleh para teman-teman yang
keren. Dua hari di Jogja, baru kemudian saya dan Mbak Dwi Purwanti
menuju ke Kediri.
Rabu
pagi 15 mei dengan menaiki travel dari Jogja bersama Mbak Dwi, kita
sampai di Kediri. Karena kesibukannya, Mbak Dwi memilih pulang lebih
dulu sore harinya. Sedang saya masih menunggu sampai tanggal 17 menunggu
acara hari H bermula.
Mas
Naim, masih dengan cerita-ceritanya. Cerita tentang proses perjalanan
acara “Nggak Malu Baca Buku” tentang niatnya membagi-bagi buku dan lain
sebagainya dan lain sebagainya. Keadaan yang terlihat membuat saya
menyimpulkan sendiri dengan apa yang saya lihat, perbedaan yang sangat
mencolok antara komunitas daerah dan komunitas ibu kota. Iya, sangat
berbeda, beberapa kali sempat menghadiri gathering dari
komunitas kenamaan di ibu kota yang sangat mewah dan di tempat yang wah.
Tapi dengan segala keterbatasan yang ada, acara yang digagas oleh Mas
Naim dan Agung pelan tapi pasti mulai melihatkan gerahamnya.
Menegangkan untuk jajaran panitia yang bekerja secara sukarela.
16
mei, kamis malam saya diajak mbak Ulya kakak Mas Naim Ali untuk datang
ke Pemkot. Terkejut dengan pemandangan di halaman pemkot, tenda-tenda
yang berjejer, kursi-kursi yang berbaris rapih membuat saya berdecak
kagum. Naim Ali GILA! Lagi-lagi, kalimat itu yang terpikir di kepala
saya. Dengan perjuangannya yang memakan waktu lama dan sangat sulit itu,
tapi berhasil menarik banyak pihak untuk terlibat.
Dan
hari ini, tepatnya pagi tadi acara puncak akhirnya terselenggara sudah.
Jam enam pagi, saya dengan beberapa teman dari YPPI berangkat dari
Mahanani menuju pemkot. Sampai di pemkot, teman-teman panitia sudah
mulai sibuk dengan tugasnya masing-masing. Satu demi satu, peserta mulai
berdatangan. Dari anak TK, SD juga anak-anak SMU. Mereka datang tak
hanya membawa satu buku di tangan, tapi juga dengan kostum masing-masing
sekolah yang mempunyai keunikan dan perbedaan sendiri.
Dua
MC yang bekerja sama dengan baik, Mas Kus dari YPPI yang menghipnotis
peserta untuk ajakan membaca serentak selama lebih kurang sepuluh menit,
sambutan dari walikota Kediri, dongeng dari Kak Nit-nit, juga tampilan
dari beberapa komunitas yang hadir semua ditampilkan pagi tadi.
Mengetahui
seluk-beluknya, mengetahui ceritanya sendiri dari Mas Naim Ali sebelum
acara ini sampai terselenggaranya acara ini saya masih berpikir dan
selalu kepikiran Mas Naim Ali itu gila. Iya, lagi-lagi dia adalah orang
gila! Gila dengan nekatnya, gila dengan kemauannya. Dan kegilaannya itu
alhamdulilah membuahkan hasil. SALUT! Bukan hanya dengan Mas Naim Ali,
tapi juga relawan-relawan Mahanani.
Sources : http://media.kompasiana.com/buku/2013/05/17/hari-buku-561174.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar